Mengenai Saya

Foto saya
semarang, jawa tengah, Indonesia

Pengikut

Minggu, 04 Desember 2011

MENUJU PERPUSTAKAAN IDEAL


Oleh: Wahyu Murtiningsih*
Seperti kita ketahui bersama, bahwa sekarang ini jaman telah berubah. Dari tahun ke tahun semua bangsa maju dan berkembang untuk memantapkan posisi masing-masing. Jaringan komunikasi global pun semakin meningkat. Segala macam peralatan canggih dan praktis diciptakan pula untuk kemudahan komunikasi. Dengan adanya komunikasi yang serba cepat dan efektif itu maka informasi yang ada akan cepat menyebar dari pusat sampai ke pelosok. Kita dapat mengetahui kejadian di belahan bumi dalam waktu yang sama tanpa kita harus pergi ke tempat kejadian. Untuk menyambut era globalisasi ini tentu saja semua lembaga bersaing ketat dalam meningkatkan pelayanannya kepada masyarakat termasuk perpustakaan. Perpustakaan di jaman dulu dan sekarang tentu saja berbeda. Pada jaman dulu semua masih sederhana, manajemen yang ada belum ditata secara efektif sehingga pelayanannyapun belum maksimal. Sekarang dengan mengetahui prinsip-prinsip kepustakawanan yang ada maka per-pustakaan diharuskan dapat berperan banyak dalam menyebarkan informasi. Kemajuan jaman sekarang memang menuntut perpustakaan untuk membenahi dirinya ke arah kemajuan agar tidak ditinggalkan oleh masyarakat.
Perpustakaan adalah sebuah ruangan, bagian gedung ataupun gedung itu sendiri yang digunakan untuk menyimpan buku dan terbitan lainnya yang biasanya disimpan menurut tata susunan tertentu untuk digunakan pembaca, bukan untuk dijual. Dengan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa perpustakaan bertujuan untuk mendayagunakan koleksinya untuk kepentingan umum bukan untuk mencari keuntungan yang sebesar-besarnya. Lalu pertanyaan yang muncul sekarang adalah bagaimana cara mewujudkan perpustakaan yang dapat melayani pemakai dengan baik dan efektif sehingga pemakai dapat menemukan informasi secara cepat dan tepat. Untuk mewujudkan hal itu tentu saja bukan pekerjaan yang mudah tapi bisa terlaksana. Dalam membuat perpustakaan yang ideal yang mampu menjawab tantangan jaman, perlu memperhatikan hal-hal yang penting seperti di bawah ini.
Pertama adalah sumber daya manusia yang mengelola perpustakaan. Komponen ini adalah sesuatu yang sangat penting dalam proses pengembangan diri perpustakaan. Keluwesan dalam menanggapi dinamika perubahan jaman oleh pustakawan mutlak diperlukan jika per-pustakaan ingin maju. Sekarang ini jalan yang ditempuh pemerintah untuk mengatasi masalah SDM dalam dunia perpustakaan adalah menetapkan ketentuan calon pustakawan harus berpendidikan minimal D-3 perpustakaan. Tapi walaupun begitu ternyata perpustakaan belum dapat berkembang secara optimal. Rupanya dengan hanya berpendidikan D3 perpustakaan saja belum cukup. Hal yang terpenting dalam pengadaan SDM untuk menuju perpustakaan yang ideal adalah pustakawan yang berdedikasi tinggi pada tugas dan mempunyai kemampuan plus. Mereka tidak hanya bermodalkan tanda lulus dari D3 perpustakaan tapi juga harus bisa menguasai ketrampilan lain yang ada hubungannya dengan pengolahan perpustakaan seperti komputer. Di jaman yang serba canggih ini komputer tak bisa ditinggalkan begitu saja, karena komputerlah yang menguasai semua jaringan informasi global. Padahal kita tahu bahwa perpustakaan adalah pusat dan penyebar informasi. Alangkah menyedihkan jika perpustakaan yang merupakan gudang ilmu dan informasi tidak bisa melakukan tugasnya memberikan informasi pada masyarakat, hanya karena SDM-nya yang tak mempunyai kemampuan untuk melayaninya. Rupanya alasan itulah yang membuat masyarakat beropini kurang baik terhadap perpustakaan dan memandang sebelah mata pada perpustakaan.
Hal kedua yang perlu dicermati dalam pengembangan perpustakaan adalah manajemen perpustakaan yang digunakan. Manajemen ini juga tergantung pada SDM dalam perpustakaan tersebut. Jika SDM-nya cukup berkemampuan untuk membuat kebijakan yang membuat perpustakaan maju, maka perpustakaan akan cepat berkembang. Manajemen yang terkesan berbelit-belit dan kolot tak lagi berlaku di jaman sekarang. Untuk itu dibutuhkan segalanya yang serba praktis dan efektif termasuk dalam mengatur perpustakaan.
Penambahan pegawai perpustakaan yang tidak dapat berperan banyak seharusnya dihilangkan, karena tidak efektif. Biaya yang dikeluarkan untuk menggaji mereka sia-sia saja. Bila perpustakaan benar-benar membutuhkan tambahan tenaga baru maka sistem penerimaannya harus dilakukan secara selektif bukan menggunakan sistem kekeluargaan. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari kesalahan yang fatal. Dengan kata lain bahwa perpustakaan mementingkan kualitas dari pada kuantitas pengelolanya. Selain itu pengaturan struktur organisasinya juga harus jelas. Masing-masing bagian harus mengerti tugas dan kewajibannya. Bagian pengadaan bahan pustaka, pengolahan, penyimpanan dan redistribusi harus tahu kedudukannya dan peranannya dalam perpustakaan. Kalau mereka sudah tahu dan menyadari akan hal itu maka proses temu kembali informasi akan terjadi secara cepat dan tepat. Selain itu manajemen yang ada juga harus mengutamakan komunikasi yang baik antara bawahan dan atasan. Bentuk komunikasi seperti ini penting agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam menjalankan tugas. Sikap atasan yang terkesan "galak" pada bawahannya kurang baik walaupun sikap tegas juga diperlukan. Sikap yang tidak bersahabat dari atasan pada bawahan akan menyebabkan bawahan tidak bisa berkembang karena merasa terkekang.
Ketiga, sesuatu yang tak kalah pentingnya dalam mewujudkan perpustakaan ideal adalah lengkapnya koleksi yang dimiliki oleh perpusta-kaan. Kita mungkin sering mengalami kekecewaan manakala kita datang ke perpustakaan untuk mencari informasi ternyata kita di sana tidak memperoleh apa-apa hanya karena perpustakaan tersebut tidak lengkap. Sebetulnya hal itu tidak perlu terjadi apabila perpustakaan rajin meng-adakan kerjasama di antara mereka. Perpustakaan tak perlu membeli semua bahan koleksi untuk melayani pemakai, karena hal itu tak mungkin. Tapi dengan adanya kerjasama antar perpustakaan yang baik dan konsisten maka biaya pengadaan bisa ditekan. Bentuk kerjasama tentu saja ber-macam-macam mulai dari pengadaan bahan pustaka sampai kerjasama pengolahan. Kerjasama antar perpustakaan tidak hanya menguntungkan pemakai saja tapi juga para pustakawannya, karena antar pustakawan dapat saling bertukar informasi atau seputar dunia kerja di perpustakaan sehingga pengalaman mereka menjadi lebih banyak.
Hal keempat, yaitu soal dana. Sampai saat ini masalah yang dihadapi perpustakaan adalah kurangnya dana yang dimiliki oleh perpustakaan dan sedikitnya subsidi dari pemerintah.
Alasan ini pula yang sering disebutkan untuk menjawab mengapa perpustakaan kurang berkembang. Tapi seharusnya hal itu tak perlu terjadi karena perpustakaan dapat memperoleh dana dari luar apabila pustakawannya mampu dan mau berkreasi. Cara yang ditempuh banyak sekali, diantaranya selain menajdi tempat peminjaman buku pada masyarakat, perpustakaan juga membuka usaha lain seperti fotokopi, menjual peralatan sekolah, bahkan makanan. Hal tersebut boleh-boleh saja asal tidak mengganggu tugas utamanya sebagai tempat penyebar ilmu dan informasi. Tapi untuk mewujudkan hal itu memang tidak mudah tapi bisa terlaksana. Usaha yang pertama dilakukan tak perlu menyiapkan modal yang sangat besar tapi dilakukan secara bertahap. Yang paling pokok yang menjadi pedoman adalah tugas dan fungsi perpustakaan tidak terabaikan. Jangan sampai membuka usaha lain sukses tapi tugas utama rusak. Jenis perpustakaan seperti ini telah sukses dilaksanakan di luar negeri terutama di negara maju. Mereka membangun perpustakaan seperti tempat belajar dan rekreasi yang tenang dan nyaman, sehingga masyarakat sangat antusias untuk menggunakannya. Selain membaca buku mereka dapat berbelanja untuk kebutuhan belajar-nya di perpustakaan. Pada awalnya itu semua merupakan usaha kecil-kecilan tapi berkat usaha, kerja keras dan didukung oleh SDM yang bermutu dan berdedikasi tinggi maka perpustakaan ideal bisa terwujud.
Setelah kita mengamati hal-hal di atas untuk mewujudkan perpustakaan yang ideal maka kita seharusnya mulai berusaha untuk mewujud-kannya. Dengan komponen yang ada seperti SDM yang berkualitas, manajemen yang handal dan kerjasama antar perpustakaan yang kompak serta dana yang memadai maka perpustakaan ideal akan terwujud.

Perkembangan Perpustakaan di Era Globalisasi Informasi


Dampak perkembangan IPTEK do segala bidang memiliki implikasi terhadap pola pengembangan perpustakaan dan pusat-pusat informasi. Perpustakaan dan pusat informasi telah berhubungan dengan bahan pustaka dan informasi. Perpustakaan merupakan institusi yang dikelola pustakawan, jadi seorang pustakawan harus memiliki ketrampilan dan keahlian yangn memadai, yang mana harus ditunjang dengan pendidikan yang relevan karena pekerjaan ini merupakan pekerjaan professional. Perpustakaan merupakan lembaga pelayanan publik, diharapkan dapat berperan aktif mengikuti pola perkembangan informasi dan berupaya dalam menjembatani kebuuhan informasi penggunanya. Memasuki abad ke-21 bisa disebut abad informasi dimana antar dunia saling terikat oleh jaringan informasi global. Apa yang akan terjadi dan bagaimana menghadapinya? Kemudian apa dampaknya terhadap perpustakaan dan pusat-pusat informasi? Sebelum menjawab permasalahan tersebut mari lihat dulu ciri-ciri tahap perkembangan masyarakat. Ciri-ciri Tahapan Masyarakat:
No
Jenis Perubahan
Masyarakat Agraris
Masyarakat Industri
Masyarakat Informasi
1
Produk
Makanan
Barang
Informasi
2
Faktor Produksi
Tanah
Modal
Keahlian
3
Tempat Produksi
Rumah
Pabrik
Utulitas Informasi
4
Aktor
Petani/artis
Pekerja Pabrik
Teknisi
5
Sifat Teknologi
Berorientasi pada perkakas
Teknologi Tenaga
Eknologi Informasi
6
Faktor Petunjuk
Tradisi
Pertumbuhan Ekonom
Kodisifikasi Pengetahuan
7
Syarat Keberhasilan
Bicara
Pandai Bicara dan tulis
Pandai Media visual/aural/komputer
8
Prinsip Kesatuan
Regionalisme
Nasionalisme
Globalisasi
Dari tabel diatas dpt dilihat kesimpulan yaitu ada 5 masyarakat informasi yang terpenting: 1) Pendidikan 2) Media Komunikasi 3) Media Informasi 4) Layanan Informasi 5) Penelitian dan Perkembangan. Kelima pilar ini sangat berkaitan erat dengan eksistensi perpustakaan dan pusat-pusat informasi yang diharapkan dapat memberikan pelayanan informasi kepada pengguna melalui koleksi bahan pustaka yang didukung olej ilmu ppengetahuam dan teknologi. Pustakawan diharapkan mampu beradaptasi dengan kemajuan akan kebutuhan pengguna. Adapun tahap perkembangan perpustakaan:
  1. Perpustakaan konvensional / Tradisional Operasionalnya masih manual. Bahan Pustaka Berupa hardcopy
  2. Perpustakaan Terotomasi Operasionalnya berbasis komputer. Bahan Pustaka masih hardcopy
  3. Perpustakaan Hibrida / Alternatif Yaitu perpaduan perpustakaan konvensional dengan perpustakaan yang berbasis informasi elektronik
  4. Perpustakaan Digital Operasionalnya dengan teknologi informasi. Bahan Pustakanya berupa digital. Ada 3 hal utama yang terkait dengan perpustakaan digital yaitu tersedianya koleksi digital, adanya staf / petugas, dan akses oleh masyarakat luas. Informasi ini dapat diakses jarak jauh melalui jaringan intranet dan internet.
Diharapkan dengan perkembangan perpustakaan, pustakawan mampu lebih familiar dengan pengguna mauupun dengan teknologi informasi sehingga tampaklah arah menuju perputakaan masa depan. Adapun yang mampu mendukung perkembangan perpustakaan yaitu:
  1. Sistem manajemen Perpustakaan
  2. Sumber daya Manusia (brain ware)
  3. Layanan (sevice)
  4. Dana
  5. Fasilitas
Tren Perpustakaan Rekreatif Perpustakaan Rekreatif adalah bentuk perpustakaan yang didesain dengan sedemikian rupa dengan koleksi multi media, baik bahan pustaka tercetak maupun terekam. Bahan pustaka dimaksudkan berdifat ringan dengan tujuan untuk memberikan penyegaran kembali badan atau pikiran. Pengguna akan merasa lebih enjoy dan fresh melalui layanan perpustakaan rekreatif.  Perpustakaan rekreatif telah mulai diterapkan di perpustakaan Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta. Perpustakaan ini dibagi 2 ruangan, yakni perpustakaan rekreatif yang berisi koleksi buku/tercetak dan perpustakaan rekretif yang berisi koleksi rekam, seperti ,VCD,DVD dan kaset. Perpustakaan tersebut didesain dengan nuansa yang santai dengan sistem layanan terbuka yang berbasis otomasi. Perabot dan desain ruangan dibuat berbeda dengan keadaan biasanya, sehingga tampaklah wajah/rupa yang baru. Penyajiannya dengan cara duduk di karpet (lesehan).

Sejarah Perpustakaan Indonesia


Sejarah perpustakaan di Indonesia tergolong masih muda jika dibandingkan dengan negara Eropa dan Arab. Jika kita mengambil pendapat bahwa sejarah perpustakaan ditandai dengan dikenalnya tulisan, maka sejarah perpustakaan di Indonesia dapat dimulai pada tahun 400-an yaitu saat lingga batu dengan tulisan Pallawa ditemukan dari periode Kerajaan Kutai. Musafir Fa-Hsien dari tahun 414 Menyatakan bahwa di kerajaan Ye-po-ti, yang sebenarnya kerajaan Tarumanegara banyak dijumpai kaum Brahmana yang tentunya memerlukan buku atau manuskrip keagamaan yang mungkin disimpan di kediaman pendeta.
Pada sekitar tahun 695 M, menurut musafir I-tsing dari Cina, di Ibukota Kerajaan Sriwijaya hidup lebih dari 1000 orang biksu dengan tugas keagamaan dan mempelajari agama Budha melalui berbagai buku yang tentu saja disimpan di berbagai biasa.
Di pulau Jawa, sejarah perpustakaan tersebut dimulai pada masa Kerajaan Mataram. Hal ini karena di kerajaan ini mulai dikenal pujangga keraton yang menulis berbagai karya sastra. Karya-karya tersebut seperti Sang Hyang Kamahayanikan yang memuat uraian tentang agama Budha Mahayana. Menyusul kemudian Sembilan parwa sari cerita Mahabharata dan satu kanda dari epos Ramayana. Juga muncul dua kitab keagamaan yaituBrahmandapurana dan Agastyaparwa. Kitab lain yang terkenal adalah Arjuna Wiwaha yang digubah oleh Mpu Kanwa.
Dari uraian tersebut nyata bahwa sudah ada naskah yang ditulis tangan dalam media daun lontar yang diperuntukkan bagi pembaca kalangan sangat khusus yaitu kerajaan. Jaman Kerajaan Kediri dikenal beberapa pujangga dengan karya sastranya. Mereka itu adalah Mpu Sedah dan Mpu Panuluh yang bersama-sama menggubah kitab Bharatayudha. Selain itu Mpu panuluh juga menggubah kitab Hariwangsa dan kitabGatotkacasrayya. Selain itu ada Mpu Monaguna dengan kitab Sumanasantaka dan Mpu Triguna dengan kitamKresnayana.
Semua kitab itu ditulis diatas daun lontar dengan jumlah yang sangat terbatas dan tetap berada dalam lingkungan keraton. Periode berikutnya adalah Kerajaan Singosari. Pada periode ini tidak dihasilkan naskah terkenal. Kitab Pararaton yang terkenal itu diduga ditulis setelah keruntuhan kerajaan Singosari. Pada jaman Majapahit dihasilkan dihasilkan buku Negarakertagama yang ditulis oleh Mpu Prapanca. Sedangkan Mpu Tantular menulis buku Sutasoma. Pada jaman ini dihasilkan pula karya-karya lain seperti Kidung Harsawijaya,Kidung Ranggalawe, Sorandaka, dan Sundayana.
Kegiatan penulisan dan penyimpanan naskah masih terus dilanjutkan oleh para raja dan sultan yang tersebar di Nusantara. Misalnya, jaman kerajaan Demak, Banten, Mataram, Surakarta Pakualaman, Mangkunegoro, Cirebon, Demak, Banten, Melayu, Jambi, Mempawah, Makassar, Maluku, dan Sumbawa. Dari Cerebon diketahui dihasilkan puluhan buku yang ditulis sekitar abad ke-16 dan ke-17. Buku-buku tersebut adalah Pustaka Rajya-rajya & Bumi Nusantara (25 jilid), Pustaka Praratwan (10 jilid), Pustaka Nagarakretabhumi (12 jilid), Purwwaka Samatabhuwana (17 jilid), Naskah hukum (2 jilid), Usadha (15 jilid), Naskah Masasastra (42 jilid), Usana (24 jilid), Kidung (18 jilid), Pustaka prasasti (35 jilid), Serat Nitrasamaya pantara ning raja-raja (18 jilid), Carita sang Waliya (20 jilid), dan lainlain. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Cirebon merupakan salah satu pusat perbukuan pada masanya. Seperti pada masamasa sebelumnya buku-buku tersebut disimpan di istana.
Kedatangan bangsa Barat pada abad ke-16 membawa budaya tersendiri. Perpustakaan mulai didirikan mula-mula untuk tujuan menunjang program penyebaran agama mereka. Berdasarkan sumber sekunder perpustakaan paling awal berdiri pada masa ini adalah pada masa VOC (Vereenigde OostJurnal Indische Compaqnie) yaitu perpustakaan gereja di Batavia (kini Jakarta) yang dibangun sejak 1624. Namun karena beberapa kesulitan perpustakaan ini baru diresmikan pada 27 April 1643 dengan penunjukan pustakawan bernama Ds. (Dominus) Abraham Fierenius. Pada masa inilah perpustakaan tidak lagi diperuntukkan bagi keluarga kerajaan saja, namun mulai dinikmati oleh masyarakat umum. Perpustakaan meminjamkan buku untuk perawat rumah sakit Batavia, bahkan peminjaman buku diperluas sampai ke Semarang dan Juana (Jawa Tengah). Jadi pada abad ke-17 Indonesia sudah mengenal perluasan jasa perpustakaan (kini layanan seperti ini disebut dengan pinjam antar perpustakaan atau interlibrary loan). Lebih dari seratus tahun kemudian berdiri perpustakaan khusus di Batavia. Pada tanggal 25 April 1778 berdiri Bataviaasche Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (BGKW) di Batavia. Bersamaan dengan berdirinya lembaga tersebut berdiri pula perpustakaan lembaga BGKW. Pendirian perpustakaan lembaga BGKW tersebut diprakarsai oleh Mr. J.C.M.
Rademaker, ketua Raad van Indie (Dewan Hindia Belanda). Ia memprakarsai pengumpulan buku dan manuskrip untuk koleksi perpustakaannya. Perpustakaan ini kemudian mengeluarkan katalog buku yang pertama di Indonesia yaitu pada tahun 1846 dengan judul Bibliotecae Artiumcientiaerumquae Batavia Florest Catalogue Systematicus hasil suntingan P. Bleeker. Edisi kedua terbit dalam bahasa Belanda pada tahun 1848. Perpustakaan ini aktif dalam pertukaran bahan perpustakaan. Penerbitan yang digunakan sebagai bahan pertukaran adalah Tijdschrift voor Indische Taal-, Land- en Volkenkunde, Verhandelingen van het Bataviaasch Genootschapn van Kunsten en Wetenschappen, Jaarboek serta Werken buiten de Serie. Karena prestasinya yang luar biasa dalam meningkatkan ilmu dan kebudayaan, maka namanya ditambah menjadi Koninklijk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen. Nama ini kemudian berubah menjadi Lembaga Kebudayaan Indonesia pada tahun 1950.
Pada tahun 1962 Lembaga Kebudayaan Indonesia diserahkan kepada Pemerintah Republik Indonesia dan namanyapun diubah menjadi Museum Pusat. Koleksi perpustakaannya menjadi bagian dari Museum Pusat dan dikenal dengan Perpustakaan Museum Pusat. Nama Museum Pusat ini kemudian berubah lagi menjadi Museum Nasional, sedangkan perpustakaannya dikenal dengan Perpustakaan Museum Nasional.
Pada tahun 1980 Perpustakaan Museum Nasional dilebur ke Pusat Pembinaan Perpustakaan. Perubahan terjadi lagi pada tahun 1989 ketika Pusat Pembinaan Perpustakaan dilebur sebagai bagian dari Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Sesudah pembangunan BKGW, berdirilah perpustakaan khusus lainnya seiring dengan berdirinya berbagai lembaga penelitian maupun lembaga pemerintahan lainnya. Sebagai contoh pada tahun 1842 didirikan Bibliotheek’s Lands Plantentuin te Buitenzorg. Pada tahun 1911 namanya berubah menjadiCentral Natuurwetenchap-pelijke Bibliotheek van het Departement van Lanbouw, Nijverheid en Handel. Nama ini kemudian berubah lagi menjadi Bibliotheca Bogoriensis. Tahun 1962 nama ini berubah lagi menjadi Pusat Perpustakaan Penelitian Teknik Pertanian, kemudian menjadi Pusat Perpustakaan Biologi dan Pertanian. Perpustakaan ini berubah nama kembali menjadi perpustakaan ini bernama Perpustakaan Pusat Pertanian dan Komunikasi Penelitian. Kini perpustakaan ini bernama Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Hasil-hasil Penelitian. Setelah periode tanam paksa, pemerintah Hindia Belanda menjalankan politik etis untuk membalas ”utang” kepada rakyat Indonesia. Salah satu kegiatan politik etis adalah pembangunan sekolah rakyat.
Dalam bidang perpustakaan sekolah, pemerintah Hindia Belanda mendirikan Volksbibliotheek atau terjemahan dari perpustakaan rakyat, namun pengertiannya berbeda dengan pengertian perpustakaan umum.Volksbibliotheek artinya perpustakaan yang didirikan oleh Volkslectuur (kelak berubah menjadi Balai Pustaka), sedangkan pengelolaannya diserahkan kepada Volkschool. Volkschool artinya sekolah rakyat yang menerima tamatan sekolah rendah tingkat dua. Perpustakaan ini melayani murid dan guru serta menyediakan bahan bacaan bagi rakyat setempat. Murid tidak dipungut bayaran, sedangkan masyarakat umum dipungut bayaran untuk setiap buku yang dipinjamnya.
Kalau pada tahun 1911 pemerintah Hindia Belanda mendirikan Hindia Belanda mendirikan Indonesische Volksblibliotheken, maka pada tahun 1916 didirikan Nederlandsche Volksblibliotheken yang digabungkan dalam Holland-Inlandsche School (H.I.S). H.I.S. merupakan sejenis sekolah lanjutan dengan bahasa pengantar Bahasa Belanda. Tujuan Nederlandsche Volksblibliotheken adalah untuk memenuhi keperluan bacaan para guru dan murid. Di Batavia tercatat beberapa sekolah swasta, diantaranya sekolah milik Tiong Hoa, Hwe Koan, yang memiliki perpustakaan. Sekolah tersebut menerima bantuan buku dari Commercial Press (Shanghai) dan Chung Hua Book Co. (Shanghai).
Sebenarnya sebelum pemerintah Hindia Belanda mendirikan perpustakaan sekolah, pihak swasta terlebih dahulu mendirikan perpustakaan yang mirip dengan pengertian perpustakaan umum dewasa ini. Pada tahun awal tahun 1910 berdiri Openbare leeszalen. Istilah ini mungkin dapat diterjemahkan dengan istilah ruang baca umum. Openbare leeszalen ini didirikan oleh antara lain Loge der Vrijmetselaren, Theosofische Vereeniging, dan Maatschappij tot Nut van het Algemeen.
Perkembangan Perpustakaan Perguruan Tinggi di Indonesia dimulai pada awal tahun 1920an yaitu mengikuti berdirinya sekolah tinggi, misalnya seperti Geneeskunde Hoogeschool di Batavia (1927) dan kemudian juga di Surabaya dengan STOVIA; Technische Hoogescholl di Bandung (1920), Fakultait van Landbouwwentenschap (er Wijsgebeerte Bitenzorg, 1941), Rechtshoogeschool di Batavia (1924), dan Fakulteit van Letterkunde di Batavia (1940). Setiap sekolah tinggi atau fakultas itu mempunyai perpustakaan yang terpisah satu sama lain.
Pada jaman Hindia Belanda juga berkembang sejenis perpustakaan komersial yang dikenal dengan namaHuurbibliotheek atau perpustakaan sewa. Perpustakaan sewa adalah perpustakaan yang meminjamkan buku kepada kepada pemakainya dengan memungut uang sewa. Pada saat itu tejadi persaingan antaraVolksbibliotheek dengan Huurbibliotheek. Sungguhpun demikian dalam prakteknya terdapat perbedaan bahan bacaan yang disediakan. Volksbibliotheek lebih banyak menyediakan bahan bacaan populer ilmiah, maka perpustakaan Huurbibliotheek lebih banyak menyediakan bahan bacaan berupa roman dalam bahasa Belanda, Inggris, Perancis, buku remaja serta bacaan gadis remaja. Disamping penyewaan buku ter-dapat penyewaan naskah, misalnya penulis Muhammad Bakir pada tahun 1897 mengelola sebuah perpustakaan sewaan di Pecenongan, Jakarta. Jenis sewa Naskah juga dijumpai di Palembang dan Banjarmasin. Naskah disewakan pada umumnya dengan biaya tertentu dengan disertai permohonan kepada pembacanya supaya menangani naskah dengan baik.
Disamping perpustakaan yang didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda, sebenarnya tercatat juga perpustakaan yang didirikan oleh orang Indonesia. Pihak Keraton Mangkunegoro mendirikan perpustakaan keraton sedangkan keraton Yogyakarta mendirikan Radyo Pustoko. Sebagian besar koleksinya adalah naskah kuno. Koleksi perpustakaan ini tidak dipinjamkan, namun boleh dibaca di tempat. Pada masa penjajahan Jepang hampir tidak ada perkembangan perpustakaan yang berarti. Jepang hanya mengamankan beberapa gedung penting diantaranya Bataviaasch Genootschap van Kunten Weetenschappen.
Selama pendudukan Jepang openbare leeszalen ditutup. Volkbibliotheek dijarah oleh rakyat dan lenyap dari permukaan bumi. Karena pengamanan yang kuat pada gedung Bataviaasch Genootschap van Kunten Weetenschappen maka koleksi perpustakaan ini dapat dipertahankan, dan merupakan cikal bakal dari Perpustakaan Nasional.  Perkembangan pasca kemerdekaan mungkin dapat dimulai dari tahun 1950an yang ditandai dengan berdirinya perpustakaan baru. Pada tanggal 25 Agustus 1950 berdiri perpustakaan Yayasan Bung Hatta dengan koleksi yang menitikberatkan kepada pengelolaan ilmu pengetahuan dan kebudayaan Indonesia.
Tanggal 7 Juni 1952 perpustakaan Stichting voor culturele Samenwerking, suatu badan kerjasama kebudayaan antara pemerintah RI dengan pemerintah Negeri Belanda, diserahkan kepada pemerintah RI. Kemudian oleh Pemerintah RI diubah menjadi Perpustakaan Sejarah Politik dan Sosial Departemen P & K. Dalam rangka usaha melakukan pemberantasan buta huruf di seluruh pelosok tanah air, telah didirikan Perpustakaan Rakyat yang bertugas membantu usaha Jawatan Pendidikan Masyarakat melakukan usaha pemberantasan buta huruf tersebut. Pada periode ini juga lahir perpustakaan Negara yang berfungsi sebagaiperpustakaan umum dan didirikan di Ibukota Propinsi. Perpustakaan Negara yang pertama didirikan di Yogyakarta pada tahun 1949, kemudian disusul Ambon (1952); Bandung (1953); Ujung Pandang (1954); Padang (1956); Palembang (1957); Jakarta (1958); Palangkaraya, Singaraja, Mataram, Medan, Pekanbaru dan Surabaya (1959). Setelah itu menyusul kemudian Perpustakaan Nagara di Banjarmasin (1960); Manado (1961); Kupang dan Samarinda (1964). Perpustakaan Negara ini dikembangkan secara lintas instansional oleh tiga instansi yaitu Biro Perpustakaan Departemen P & K yang membina secara teknis, Perwakilan Departemen P & K yang membina secara administratif, dan Pemerintah Daerah Tingkat Propinsi yang memberikan fasilitas.
Daftar Pustaka
Nurhadi (1979). Perpustakaan Tertua di Indonesia: sebuah tanggapan terhadap tulisan Sulistyo-Basuki. Majalah Ikatan Pustakawan Indonesia, vol. 5, no. 1-2.
Sulistyo-Basuki (1978). Uraian Singkat tentang Sejarah Perpustakaan di Indonesia. Majalah Ikatan Pustakawan Indonesia, vol. 5, no. 1-2.
Sulistyo-Basuki (1994). Periodisasi Perpustakaan Indonesia. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Tjoen, Mohamad Joesoef dan S. Pardede (1966). Perpustakaan di Indonesia dari dari Zaman ke zaman. Jakarta: Kantor Bibliografi Nasional, Departemen P.D. dan K.
(Ditulis oleh: Abdul Rahman Saleh sebagai kontribusi untuk Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Perpustakaan).
Sumber :  Jurnal Pustakawan Indonesia volume 6 nomor 1 59

Sabtu, 03 Desember 2011

Apa itu Perpustakaan ?


Perpustakaan
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Dalam arti tradisional, perpustakaan adalah sebuah koleksi buku dan majalah. Walaupun dapat diartikan sebagai koleksi pribadi perseorangan, namun perpustakaan lebih umum dikenal sebagai sebuah koleksi besar yang dibiayai dan dioperasikan oleh sebuah kota atau institusi, dan dimanfaatkan oleh masyarakat yang rata-rata tidak mampu membeli sekian banyak buku atas biaya sendiri.
Tetapi, dengan koleksi dan penemuan media baru selain buku untuk menyimpan informasi, banyak perpustakaan kini juga merupakan tempat penimpanan dan/atau akses ke mapcetak atau hasil seni lainnya, mikrofilmmikrofichetape audioCDLPtape video dan DVD, dan menyediakan fasilitas umum untuk mengakses gudang data CD-ROM dan internet.
Perpustakaan dapat juga diartikan sebagai kumpulan informasi yang bersifat ilmu pengetahuan, hiburan, rekreasi, dan ibadah yang merupakan kebutuhan hakiki manusia.
Oleh karena itu perpustakaan modern telah didefinisikan kembali sebagai tempat untuk mengakses informasi dalam format apa pun, apakah informasi itu disimpan dalam gedung perpustakaan tersebut atau tidak. Dalam perpustakaan modern ini selain kumpulan buku tercetak, sebagian buku dan koleksinya ada dalam perpustakaan digital (dalam bentuk data yang bisa diakses lewat jaringan komputer).

Peran Perpustakaan
Perpustakaan merupakan upaya untuk memelihara dan meningkattkan efisiensi dan efektifitas proses belajar-mengajar. Perpustakaan yang terorganisasi secara baik dan sisitematis, secara langsung atau pun tidak langsung dapat memberikan kemudahan bagi proses belajar mengajar di sekolah tempat perpustakaan tersebut berada. Hal ini, terkait dengan kemajuan bidang pendidikan dan dengan adanya perbaikan metode belajar-mengajar yang dirasakan tidak bisa dipisahkan dari masalah penyediaan fasilitas dan sarana pendidikan.

Tujuan perpustakaan
Tujuan perpustakaan adalah untuk membantu masyarakat dalam segala umur dengan memberikan kesempatan dengan dorongan melelui jasa pelayanan perpustakaan agar mereka: a. Dapat mendidik dirinya sendiri secara berkesimbungan; b. Dapat tanggap dalam kemajuan pada berbagai lapangan ilmu pengetahuan, kehidupan sosial dan politik; c. Dapat memelihara kemerdekaan berfikir yang konstruktif untuk menjadi anggota keluarga dan masyarakat yang lebih baik; d. Dapat mengembangkan kemampuan berfikir kreatif, membina rohani dan dapat menggunakan kemempuannya untuk dapat menghargai hasil seni dan budaya manusia; e. Dapat meningkatkan tarap kehidupan seharihari dan lapangan pekerjaannya; f. Dapat menjadi warga negara yang baik dan dapat berpartisipasi secara aktif dalam pembangunan nasional dan dalam membina saling pengertian antar bangsa; g. Dapat menggunakan waktu senggang dengan baik yang bermanfaat bagi kehidupan pribadi dan sosial.
Periodisasi perpustakaan indonesia
Perpustakaan merupakan perantara masyarakat. Karena itu, perkembangan perpustakaan tidak dapat dilepaskan dari perkembangan masyarakat. Perkembangan masyarakat tercermin dalam sejarah masyarakat, kadang-kadang dalam sejarah negara. Dengan demikian,sejarah perpustakaan di Indonesia tidak terlepas dari sejarah Indonesia. Sejarah Indonesia dapat di bagi menjadi beberapa periode berikut : 1. Zaman kerajaan lokal 2. Zaman kerajaan Islam 3. Zaman Hindia Belanda 4. Zaman Jepang 5. Periode pasca 1945, acapkali dibagi lagi menjadi Periode 1945-1959 Periode 1959-1965 Periode 1965- Pada pembagian di atas, tahun 1950 merupakan awal ancangan karena pada waktu itu pemerintah RI mulai menyebarkan perpustakaan, khususnya perpustakaan umum dengan nama taman perpustakaan rakjat ke seluruh indonesia. Perkembangan perpustakaan umum yang mula.mula menggembirakan itu akhirnya berakhir tragis dengan runtuhnya berbagai taman pustaka rakjat yang didirikan pada tahun 1950-an. Tonggak kebangkitan dimulai pada tahun 1969, dengan pembangunan lima tahun (pelita) pertama. Saat itu, kegiatan perpustakaan tercakup di dalam rencana pembangunan hingga sekarang.

Fungsi perpustakaan nasional
Berdasarkan ketentuan peraturan tahun 1980, maka tugah pokok perpustakaan nasional Republik Indonesia adalah menyelenggarakan pengumpulan, penyimpanan, serta pelestarian terbitan Indonesia sebagai khazanah kebudayaan serta menjamin pemeliharaan terbitan Indonesia. Untuk melaksanakan tugas tersebut, cakupan fugsi perpustakaan nasional adalah sebagai berikut : A. Mengumpulkan, mengatur, dan menyediakan hasil karya tulisan yang di terbitkan di Indonesia. B. Menjadi perpustakan deposit dari terbitan indonesia, baik terbitan pemerintah maupun swasta. C. Mengumpulkan, mengatur, dan menyediakan terbitan pbb dan negara lain, khususnya dari kawasan ASEAN. D. Menentukan setandar dari sistem, organisasi, pelayanan, dan mutu koleksi perpustakaan di Indonesia. E. Menyelenggarakan kursus tingkat nasional bagi pegawai perpustakaan. F. Memprakarsai kerjasama dengan lembaga di luar negri, misalnya dalam pertukaran publikasi, peminjaman antar perpustakaan, penyusun bibliografi, dan pembuatan microfilm. G. Menyusun dan menerbitkan bibliografi nasional. H. Dan menyusun catalog induk.
Hubungan perpustakaan dengan bacaan
Perpustakaan dan bahan bacaan adalah dua kata yang saling bertautan. Karena di perpustakaanlah bahan pustaka dikumpulkan, diproses, dan disebarluaskan (didistribusikan) kepada para pembaca/pemakai perpustakaan . Adapun koleksi perpustakaan di negara kita sebagian besar berupa buku atau book material dan masih jarang perpustakaan yang memiliki koleksi berupa non-book material seperti film, kaset film strip, slides, piringan hitam, peta, globe, dan sebagainya.[5]
Model pelayanan perpustakaan
Ada empat model pelayanan perpustakaan:
1.     Koleksi perpustakaan ada pada kampus cabang.
2.     Berpusat pada layanan pinjam antar perpustakaan, resource sharing, dan mahasiswa dapat menggunakan perpustakaan afiliasi.
3.     Pengiriman materi dari instuasi induk kepada para mahasiswa
4.     Berhubungan dengan penggunaan teknologi untuk mengakses sumber-sumber informasi elektronik.

Referensi
1.     Sinaga, Dian Mengelola Perpustakaan Sekolah (Jakarta: Kreasi Media Utama, 2007) hlm. 15
2.    Muchyidin, Suherlan. Mihardja, Iwa D Sasmita Perpustakaan (Bandung: PT Puri Pustaka 2008) hlm 41,42
3.     Sulistyo. Basuki Periodisasi Perpustakaan Indonesia (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1994) hlm. 6,7
4.    Sulistyo. Basuki Periodisasi Perpustakaan Indonesia (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1994)hlm. 24
5.    umpeno, Wahyudin Perpustakaan Mesjid (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1994) hlm. 8
6.    uxbaum, ahari Library Services (Jakarta: Murni Kencana 2004) Hlm. 12